Jumat, 04 Juni 2010

PERBUATAN PEMERINTAH YANG TIDAK BERKARAKTER UNDANG-UNDANG
Oleh: Takdir

A. PENDAHULUAN
Pemerintahan yang baik memiliki komitmen yang jelas, bahwa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya bersifat responsif, populis dan visioner dengan selalu berorientasi kepada kepentingan rakyat banyak, dan bukan malah sebaliknya sibuk memikirkan urusan sendiri atau kelompoknya agar tampuk kekuasaannya dapat terus bertahan lebih lama. Karena kalau hal itu yang terjadi, maka segala cara akan ditempuh demi kekuasaan, termasuk perilaku KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) terutama di kalangan para pemimpin dan elit politik menjadi semakin subur dan meluas. Akibatnya di sisi lain kehidupan rakyat menjadi semakin terpuruk, apalagi ditengah-tengah terpaan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Rakyat menjadi kecewa kepada sikap dan perilaku para elit politik dan pemimpinnya yang dianggap tidak peduli lagi terhadap kepentingan rakyat. Yang terjadi kemudian bisa ditebak, rakyat melakukan penolakan dan perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Dalam suatu negara demokrasi, apabila jalur dialog dan diplomasi dianggap kurang berhasil, maka tuntutan rakyat kepada penguasa dalam bentuk demonstrasi merupakan salah satu cara yang cukup populer dan efektif dalam upaya menekan dan memperjuangkan suatu tujuan tertentu. Bahkan banyak rezim otoriter di dunia dapat dijatuhkan karena demonstrasi rakyatnya, seperti di Philipina, Korea Selatan dan lain-lain. Kekuasaan Orde Barupun yang bercokol selama lebih 32 tahun, akhirnya runtuh dari panggung kekuasaan politik karena akumulasi desakan rakyat yang antara lain dilakukan melalui demonstrasi.
Seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu, aksi demonstrasi begitu merebak di berbagai kota di Indonesia terutama dari kalangan mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat, yaitu menolak kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat, di antaranya kasus kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDL), telepon, kasus Freeport di Timika, Blok Cepu yang akhirnya dikuasai pihak Exxon Mobil dan masih banyak kasus-kasus lainnya. Khusus mengenai rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) secara resmi pemerintah akhirnya bersedia juga membatalkan kenaikan tarif dasar listrik paling tidak untuk sementara waktu tahun 2006 ini.
Dalam perspektif hukum, cara-cara yang dibenarkan dalam memperjuangkan hak dan kepentingan adalah cara-cara yang sesuai dengan aturan main dan koridor hukum. Dalam konteks itulah, upaya menolak kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan kepentingan rakyat banyak, di samping dapat digunakan cara seperti dialog dan demonstrasi, tetapi tidak kalah pentingnya dengan menggunakan cara pendekatan hukum (legal approach). Pendekatan hukum merupakan cara yang relatif lebih proporsional, elegan dan legitimate, dengan tingkat resiko yang minimal dalam menimbulkan jatuh korban, meskipun cara ini umumnya memakan waktu lebih lama. Pendekatan hukum ini juga merupakan sarana justivikasi, yang dapat mendukung dan bersinergi dengan cara-cara lain yang telah ditempuh, untuk “menggoalkan” suatu tujuan.
Apabila yang hendak ditempuh melalui pendekatan hukum, ada beberapa hal yang perlu dikaji dan dicermati lebih lanjut. Pertama, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut termasuk dalam kategori perbuatan administrasi negara yang mana, apakah dituangkan dalam bentuk surat keputusan ataukah dalam bentuk lainnya? Hal ini tentu akan membawa konsekwensi hukum yang berbeda. Kedua, mengingat pada umumnya kebijakan pemerintah tersebut merugikan kepentingan rakyat banyak, langkah atau tuntutan hukum manakah yang paling tepat digunakan? Dalam konteks itulah, tulisan ini berupaya mengkaji dan membahas beberapa permasalahan tersebut.

B. JENIS-JENIS PERBUATAN PEMERINTAH YANG TIDAK BERKARAKTER HUKUM
Perbuatan pemerintah atau administrasi negara yang tidak berkarakter hukum pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi empat macam : a. peraturan kebijakan ; b. rencana (het plan), dan ; c. keputusan TUN (beschikking) d. perbuatan materiil. Dalam melakukan perbuatan tersebut, pemerintah tidak jarang melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dan melawan hukum, sehingga dapat menimbulkan berbagai kerugian terhadap warga masyarakat.

Dari keempat macam perbuatan pemerintah tersebut, masing-masing mempunyai konsekwensi hukum yang berbeda.
a. peraturan kebijakan
1. Freies Ermessen
Keberadaan pertauran kebijakan tidak dapat dilepaskan dengan kewenangan bebas (vrijebevoegdheid) dari pemerintah yang sering disebut dengan istilah freies Ermessen. Karena itu sebelum menjelaskan peraturan kebijakan terlebih dahulu dikemukakan mengenai freies Ermessen ini.
Dari segi bahasa freies Ermessen berasal dari frei artinya bebas, lepas, tidak terikat, dan merdeka. Freies artinya orang bebas, tidak terikat danmerdeka. Sedangkan Ermessen berarti mempertimbangkan, menilai, menduga, dan memperkirakan. Freies Ermessen berarti orang yang memiliki kebebasan untuk menilai, menduga, dan mempertimbangkan sesuatu. Istilah ini kemudian secara khas digunakan dalam bidang pemerintahan, sehingga freies Ermessen (diskresionare) diartikan sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang.
Definisilain yang hampir senada diberikan oleh Nana Saputra, yakni suatu kebebasan yang diberikan yang diberikan kepada alat administrasi yaitu kebebasan yang pada asanya memperkenankan alat administrasi negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan (doelmatigheid) daripada berpegang teguh kepada ketentuan hukum atau kewenangan yang sah untuk turut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas menyelenggarakan kepentingan umum.
Menurut Laica Marzuki, freies Ermessen merupakan kebebasan yang diberikan kepada tata usaha negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, sejalan dengan meningkatnya tuntutan pelayanan publik yang harus diberikan tata usaha negara terhadap kehidupan sosial ekonomi para warga yang kian komplek.
2. Pengertian Peraturan Kebijakan
Dalam penylengaraan tugas-tugas administrasi negara, pemerintah banyak mengeeluarkan kebijaksanaaan yang dituangkan dalalm berbagai bentuk seperti beleidslijnen (garis-garis kebijaksanaan), het beleid (kebijaksanaan) , voorshiften( peraturan-peraturan), richtlijnen (pedoman-pedoman), dan lain-lain. Menurut Philipus M. Hadjon, peraturan kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan produk dari perbuatan tata usaha negarayang bertujuan “naar buiten gebracht schricftelijk beleid” yaitu menempatkan keluar suatu kebijakan tertulis. Peraturan kebijaksanaan hanya berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah , karenanya tidak dapat merubah ataupun menyimpangi peraturan perundang-undangan. Menurut P.J.P tak peraturan kebijakan adalah:peraturan kebijaksanan adalah peraturan umum yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah berkenaan dengan pelaksanaan wewenang pemerintah terhadap warga negara atau terhadap instansi pemerintah lainnya dan pembuat peraturan tersebut tidak memiliki dasar yang tegas dalam UUD dan undang-undang formal baik langsung maupun tidk langsung.
3. Ciri-ciri peraturan kebijakan
Bagir manan menyebutkan ciri-ciri peraturan kebijaksanaan sebagai berikut:
a. Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan
b. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijaksanaan.
c. Peraturan kebijaksanan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang tidak ada dasar peraturan perundang-undangan untuk membuat keputusan kebijaksanaan tersebut.
d. Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies Ermessen dan ketiadaan wewenang adminstrasi bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan.
e. Pengujian terhadap peraturan kebijaksanan lebih diserahkan pada doelmatigheid dan karena itu batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang layak.
f. Dalam praktek diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni keputusan, instruksi, surat edaran, pengumuman dan lain-lain
4. Fungsi peraturan kebijaksanaan
Peraturan kebijakasanaan yang dapat difungsikan secara tepat guna dan berdaya guna sebagai berikut:
a. Tepatguna dan berdaya guna sebagaii sarana pengaturan yang melengkapi, meenyempurnakan, dan mengissi kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan p[erundangan-undangan
b. Tepatguna dan berdaaya guna sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang belum terakomodasi secara patut layak, benar, dan adil dalam aturan perundang-undangan.
c. Tepat guna dan berdaya guna sabagai sarana untuk mengatasi kon disi peraturan perundang-undangan yang sudah ketingalan jaman.
d. Tepat guna dan berdaya guna bagi kelancaran pelaksanaan fungsi administrasi negara di bidang pemerintnahan dan pembangunana yang bersifat cepat berfubah atau memerlukan pembaharuan sesuai dnegan situasi dan kondisi yang dihadapi.


b. Rencana (het plan),
1. Pengertian Rencana
Rencana didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penenntuan secara matang dari hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan merupakan fungsi organik pertama dari administrasi dan majemen. Alasannya ialah bahwa tanpa adanya rencana maka tidak ada sesuatu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka usaha pencapaian tujuan.
Berdasarkan Hukum Administrasi Negara, rencana merupakan bagian dari tindakan hukum pemerintah (Bestuurrechthandeling), suatu tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum. Rencan adalah keseluruhan tindakan pemerintah yang berkesinambungan, yang mengupayakan terwujudnya suatu keadan tertentu yang teratur. Keseluruhan itu disusun dalam format tindkan hukum administrasi negara sebagai tindakan yang menimbulkan akibat-akibat hukum.
Perencanaan terbagi dalam tiga kategori:
a. Perencanaan informatif (imformatieve planning), yaitu rancangan estimasi mengenai perkembangan masyarakat yang dituangkan dalam alternatif-alternatif kebijakan tertentu.
b. Perencanaan indikatif (indicatieve plannning), yaitu rencana yang memuat kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh dan mengindikasikan bahwa kebijakan itu akan dilaksanakan.
c. Perencanaan operasional atau normatif (operationele of normatieve planning), yaitu rencan-rencan yang terdiri dari persiapan-persiapan, perjanjian-perjanjian, dan ketetapan-ketetapan. Rencana tata ruang, rencana pengembangan perkotaan, rencana pembebasan tanah, rencana penguntukan dan lain-lain merupakan contoh-contoh dari rencana operasional atau normatif.
2. Unsur-unsur rencana
Perencanaan merupakan bagian inheren dalam setiap bentuk organisasi. Dengan katalain, setiap organisasi pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai yang sebelumnya dirumuskan dalam rencan-rencana. Dalam prespektif huuk madministrasi negara J.B.J.M. Ten Berge mengemukakan unsur-unsur rencana sebagai berikut:
a. Schriftelijke Presentatie (gambaran tertulis),rencana terutama untuk mengkomunikasikan kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lainnya.
b. Besluit of Handeling (keputusan atau tindakan), penentuan suatu rencana dilukiskn sebagai suatu keputusan atau suatu tindakan.
c. Besturuorgaan (organ pemerintahan), bagi hukum administrasi negara, perfhatian hanya ditujukan pada perencanaan yang dibuat oleh ogan pemerintahan.
d. Po de toekomst greicht (ditujukan pada masa yang akan datang), perencanan dibuat berdasarkan pandangan masa depan dari tindakan pemerintah.
e. Planelemanten (elemen-elemen rencana), pada suatu rencana, sesuai dengan kategori rencana seperti rencana informatif, indikatf atau operasional biasanya didlamnya trkandung informasi rencanan kebijakan yang akan ditempuh terutama dalam bentuk peraturan kebijaksanaan persetujuan kebijaksanaan, pedoman-pedoman, peraturan umum, keputusan kokngkret yang berlaku umum, ketetapan-ketetapan dan perjanjian-perjanjian.
f. Ongelijksoortig karakter (memiliki sifat yang tidak sejenis, beragam), berdasarkan ketentuan peraturan umum diatur mengenai peristiwa –peristiwa tertentu atau kejadian yang sama dengan akibar hukum yang sama sedangkan pada rencana dihimpun berbagai peristiwa atau keadaan yang tidak sama.
g. Samenghang (keterkaitan), keterkaitan ini terutama berkenaan dengan penataan ruang bersama, keterpaduan berbagai komponen, persesuaian tujuan, dan sebagainya.
h. Al dan niet voor een bepaalde duur (untuk waktu tertentu), kebanykaan rencana memiliki waktu terbatas, biasanya ditentukan berdasarkan periode tertentu seperti rencana tahunan, lima tahunan, dan sebagainya.
i.
3. Keputusan tata usaha negara (Beschikking
Istilah beschikking, di Belanda dipopulerkan oleh Van der Pot dan Van Vollenhoven, masuk ke Indonesia dibawa oleh Prins.

Utrecht dan Prof. Boedisoesetya menyalin istilah bescikking tersebut menjadi ketetapan. Kuntjoro Purbohamoto tidak setuju dengan pemakaian istilah ketetapan, alasannya, istilah ketetapan telah mempunyai penggunaan yang formal, yaitu dipakai untuk penamaan putusan MPR. Oleh karena itu Kuntjoro mengusulkan agar digunakan istilah “Keputusan”.
1. Menurut Van der Pot, beschikking adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan, pernyataan-pernyataan kehendak alat pemerintahan, dalam menyelenggarakan hal khusus, dengan maksud mengadakan perubahan dalam lapangan hubungan hukum.
2. A.M. Donner: adalah suatu perbuatan hukum yang dalam hal istimewa dilakukan oleh suatu alat pemerintahan, berdasarkan suatu ketentuan yang mengikat dan berlaku umum, dengan maksud menentukan hak & kewajiban bagi mereka yang tunduk pada suatu tertib hukum, dan penentuan tersebut diadakan oleh alat pemerintahan dengan tidak sekehendak mereka yang dikenai penetuan itu.
3. Prins : ialah suatu tindak hukum sepihak di bidang pemerintahan, dilakukan oleh alat penguasa berdasarkan kewenangan yang khusus.
4. Utrecht : adalah suatu perbuatan berdasarkan hukum publik, bersegi satu, dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa.
Dari definisi tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud bescikking ialah keputusan administrasi (pemerintah) yang unsur-unsurnya meliputi :
- Tindakan pemerintah dalam bidang hukum publik
- berdasarkan wewenang yang istimewa
- Dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum
- terjadinya perubahan dalam lapangan hukum.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, memberi penamaan untuk sejenis beschikking dengan sebutan Keputusan Tata Usaha Negara. ( KTUN). Pada Pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa :
“KTUN ialah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara, yang berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat kongkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, unsur-unsur KTUN sbb:
1. Penetapan tertulis dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
2. Berisi tindakan hukum dalam bidang Tata Usaha Negara
3. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
4. Bersifat kobngkrit, individuali, dan final.
5. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum

Kata “tertulis” tersebut tidak dimaksudkan harus memiliki format tertentu, melainkan segala bentuk “hitam di atas putih”, bentuk “nota” pun jadi. Yang penting, dalam tulisan itu memuat tiga hal: pejabat siapa yang mengeluarkan, mengenai sesuatu hal apa, serta siapa subjek yang dikenai.


Syarat Sahnya suatu Ketetapan/Keputusan (Beschikking)

Agar suatu penetapan administrasi (beschikking) sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat, maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Suatu Keputusan harus dibuat oleh Badan atau Pejabat yang berwenang. Kewenangan bisa bersumber secara atributif, delegasi, maupun mandat.
2. Harus dibuat dalam bentuk (format) dan prosedur yang ditentukan dalam peraturan dasarnya. Syarat ini terutama dikecualikan terhadap keputusan lisan, yaitu suatu tindakan administrasi yang dipandang tidak begitu penting tetapi sangat mendesak sehingga cukup keputusan itu dibuat dalam bentuk lisan (mondeling).
Contoh : Perintah Polisi Lalu Lintas untuk berhenti kepada seorang pengendara.
3. Dasar kehendak pembuatan suatu keputusan harus tidak mengandung cacat yuiridis.
Misalnya: Karena dasar penipuan; karena paksaan atau ancaman fisik; karena suap atau sogokan; karena kesesatan atau kekeliruan.

Keputusan yang lahir mengandung cacat yuridis tersebut bisa berakibat: keputusan ditarik, dicabut, ataupun dibatalkan.
Dasar pemikiran ini berasal dari azas perdata, bahwa kehendak kedua belah pihak merupakan syarat mutlak bagi suatu persetujuan.
4. Isi dan tujuan suatu keputusan harus sesuai dengan isi dan tujuan dalam peraturan dasarnya. Misalnya, keputusan yang diambil secara “de’ tournement de povoir”.

Undang-unadang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diperbarui dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang PTUN, tidak menentukan kriteria sahnya suatu keputusan, melainkan menentukan kriteria keputusan yang dapat digugat karena dinilai tidak sah. Bahwa pada dasarnya setiap keputusan tata usaha negara harus dianggap sah (asas rechtmatige) kecuali Pengadilan memutuskan sebaliknya.
Pada Pasal 53 ditentukan, bahw apabila seseorang atau badan hukum perdata merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara, dapat mengajukan gugatan ke pengadilan agar keputusan dimaksud dinyatakan batal atau tidak sah, dengan alasan :
a. Keputusan yang digugat tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
b. Badan/ Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan keputusan tersebut telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut.
c. Badan / Pejabat pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan tersebut setelah mempertimbangkan semua kepentingan tersangkut dengan keputusan itu, seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.


#####


MACAM-MACAM KETETAPAN/KEPUTUSAN (BESCHIKKING)

Dalam beberapa literatur hukum administrasi, jenis, macam, dan bentuk-bentk beschikking ini lebih banyak mengacu pada bukunya E.Utrecht “Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia”, dengan penggolongan sebagai berikut :

a. Ketetapan positif dan ketetapan negatif

1. Ketetapan Positif, ialah ketetapan yang menimbulkan hak dan/atau kewajiban bagi yang dikenai keputusan.
• Ketetapan yang menciptakan keadaan hukum baru
• Ketetapan yang membentuk atau membubarkan suatu badan hukum
• Ketetapan yang memberikan beban/kewajiban
• Yang memberikan keuntungan.

2. Ketetapan negatif, ialah ketetapan yang pada prinsipnya tidak menimbulkan/melahirkan keadaan hukum baru.
• Ketetapan yang berisi penolakan dari suatu permohonan
• Ketetapan yang berisi pernyataan tidak berwenang
• Ketetapan yang berisi pernyataan tidak diterima, dsb.

b. Ketetapan deklarator dan konstitutif
• Ketetapan deklarataor ialah yang hanya menyatakan tentang hukumnya sesuatu. Jadi dalam ketetapan jenis ini tidak ada yang perlu dan bisa dilaksanakan (executive).
• Ketetapan konstitutif yaitu ketetapan yang menimbulkan hak baru, dimana hak baru tersebut sebelumnya tidak dijumpai oleh orang yang namanya disebut dalam ketetapan itu. Contoh: Ketetapan mengenai pembentukan suatu kepanitiaan.

c. Ketetapana kilat dan ketetapan yang tetap

• Ketetapan kilat ialah ketetapan yang tugas, fungsi, dan masa berlakunya hanya sesaat, yaitu pada masa saat dikeluarkannya ketetapan tersebut.
Dikatakan oleh Prins: “Dalam perpustakaan sering ada disebut-sebut ketetapan yang pada saat dikeluarkannya, selesai pula sekali keperluannya.” Ketetapan yang demikian ini dikatakan bersifat “eInmalige”.
Contoh: 1. Ketetapan yang menarik kembali suatu keketapan yang sudah ada.
2. Ketetapan yang maksudnya merubah teks dan redaksi dari suatu keketapan yang telah dikeluarkan.
1. IMB , Karcis Bioskop.

• Ketetapan yang tetap : Ketetapan yang masa berlakunya untuk jangka waktu yang lama atau terus-menerus hingga ditarik kembali atau habis masa berlakunya.
Contoh : SIM, Ketetapan menegenai orang /benda.

d. Beberapa bentuk keputusan (beschikking) yang menguntungkan : Izin, Dispensasi, Lisensi, dan Konsesi, yang sering disebut perizinan.
PERBUATAN-PERBUATAN PEMERINTAH

BESTUURSHANDELING

Feitelijke Handeling Rechtelijke Handeling

Public Rechtelijke Privat Rechtelijke



Regeling daad Beschikking daad


Pengertian

Administrasi atau Administrasi Negara sebagai Badan Hukum adalah subjek hukum yang dapat melakukan suatu tindakan atau perbuatan tertentu. Dalam literatur Belanda, perbuatan administrasi itu disebut Bestuurshandeling.
Menurut Van Vollenhoven, Bestuurshandeling adalah tindakan penguasa tinggi maupun rendahan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat secara spontan dan tersendiri.
Sementara menurut Romeyn, Bestuurshandeling diartikan sebagai tiap tindakan atau perbuatan dari suatu alat pelengkapan pemerintahan, termasuk tindakan di luar lapangan hukum tata pemerintahan.
Sedangkan menurut Komisi Van Poelje, Bestuurshandeling diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan.
Dari pendapat para sarjana tersebut dapat disimpulkan, bahwa Bestuurshandeling secara umum berarti keseluruhan tindakan, perbuatan, dan ataupun keputusan yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan (bestuursorganen) dalam rangka pelaksanaan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan pemerintahan.

######


Perbuatan Administrasi (Bestuurshandeling) dapat dipilah atas perbuatan nyata (feitelijke handeling) dan perbuatan hukum (rechtelijhe handeling).
Feitelijke handeling menurut Utrecht ialah “Perbuatan yang bukan perbuatan hukum”. Menurut Kuntjoro Poerbopranoto: “tindak pemerintah yang berdasarkan fakta”. Sementara menurut Djenal Hoesen Koesoemahatmaja : “Tindakan administrasi negara yang bukan merupakan tindakan hukum”.
Contoh : - Tindakan menutup suatu jalanan
- Peresmian suatu bangunan
- Pembongkaran suatu bangunan
- Pemasangan papan nama suatutempat, dsb.

Semua jenis tindakan tersebut merupakan tindakan nyata (harfiah) dan bukan tergolong sebagai perbuatan hukum dari administrasi (rechtstelijke handeling van Administratie).
Menurut P. de Haan, perbedaan utama antara Rechtelijke handeling dengan Feitelijke handeling terletak pada ada tidaknya akibat hukum yang dilahirkan dari perbuatan tersebut. Feitelijke Handeling tidak dimaksudkan untuk melahirkan akibat hukum, sedangkan dalam Rechtelijke handeling, dari semula dimaksudkan untuk melahirkan akibat hukum.
Terhadap pendapat P. de Haan ini, A. M. Donner memberi catatan khusus, bahwa beberapa bentuk feitelijke handeling dapat menimbulkan akibat hukum. Misalnya, pemasangan papan nama jalan; pengukuran tanah partikelir guna pembangunan gedung-gedung pemerintah; pembongkaran rumah warga karena sesuatu hal; dsb. Bukan tidak mungkin seseorang warga mengalami kerugian berkenaan dengan perbuatan nyata dari administrasi negara tersebut. Bahkan bisa jadi perbuatan tersebut merupakan perbuatan penguasa yang melanggar hukum (onrecitmatige overheidsdaat).
######

Perbuatan hukum dari administrasi negara (Rechtelijke Handeling van administratie) dapat terjadi dalam dua lapangan hukum, yaitu lapangan hukum publik (public rechtelijke) dan lapangan hukum privat (private rechtelijke).
 Sebagai pelaku hukum publik (Public Actor) Badan atau Pejabat Administrasi Negara memiliki hak dan wewenang istimewa untuk menggunakan dan menjalankan kekuasaan publik. Berdasarkan kekuasaan publik tersebut, badan atau pejabat administrasi negara dapat secara sepihak menetapkan pelbagai peraturan dan keputusan yang mengikat warga, serta meletakkan hak dan kewajiban tertentu, dan karena itu menimbulkan akibat hukum bagi mereka.
Pelaksanaan wewenang istimewa dari administrasi negara tersebut tetap berada pada koridor dan rambu-rambu hukum yang berlaku. Artinya, tidak boleh dilaksanakan secara melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku (onrechtmatige overheidsdaad), penyalahgunaan wewenang (de’tournement de pouvoir), ataupun secara sewenang-wenang (daad van willekeur).
 Selaku badan hukum ( Rechtsperson), badan atau pejabat administrasi negara mengikatkan diri pada pelbagai perjanjian kependataan, misalnya: Jual beli, sewa-menyewa, perjanjian perborongan, dan bahkan penghibahan. Perbuatan-perbuatan hukum tersebut jika dilakukan oleh suatu badan atau pejabat administrasi negara, tidak diatur berdasar hukum publik, melainkan didasarkan pada peraturan perundang-undangan hukum perdata biasa.
Sifat dasar dari perbuatan hukum perdata ialah, bahwa kedudukan para pihak adalah sama dan sedarajad, tidak ada yang berkedudukan istimewa antara yang satu dengan/atau terhadap yang lain, karena itu tidak ada yang bisa melakukan paksanaan.
Di Belanda, dasar hukum keikutsertaan pejabat dalam perbuatan hukum perdata disebutkan pada Pasal 1 buku 2 BW (baru) :
“Apabila Badan Hukum Publik ikut serta dalam hubungan hukum keperdataan, maka dia tidak bertindak sebagai penguasa, sebagai organisasi kekuasaan, tetapi dia menggunakan hak-hak pada kedudukan yang sama dengan rakyat. Badan-badan tersebut pada dasarnya tunduk pada peradilan biasa seperti halnya rakyat biasa”.

#####

Perbuatan hukum dari administrasi negara dalam bidang hukum publik dapat berupa pengaturan umum ( regeling daad) atau aturan, dan penetapan atau keputusan (beschikking daad ).

Perbedaan antara peraturan (Regeling) dengan penetapan/keputusan (beschikking) dapat digambarkan sebagai berikut :
2. Peraturan (Regel) sifatnya umum, mengatur secara umum, dan mengikat kepada umum (publik). Untuk menuangkan hal yang umum tersebut ke dalam peristiwa-peristiwa kongkret/nyata, masih perlu dikeluarkan penetapan-penetapan khusus dari pejabat berwenang. Dalam penetapan khusus tersebut tercantum secara tegas hal yang kongkret dan jelas individualnya.
3. Pada saat peraturan dibuat, tidak diketahui subjek siapa yang bakal dikenai peraturan tersebut. Tidak boleh suatu peraturan dibuat dengan sengaja ditujukan kepada orang-orang tertentu (subjektif), baik sifatnya menguntungkan maupun merugikan. Suatu peraturan dibuat didasarkan pada suatu permasalahan publik (objek), dengan maksud memecahkan permasalahan tersebut (problem solving). Karena itu sifat perturan adalah objektif. Jika peraturan dibuat dengan sengaja diperuntukkan bagi orang tertentu, maka itu termasuk kejahatan hukum atau kejahatan dalam hukum.
4. Sedangkan penetapan atau keputusan beschikking, pada saat dibuat sudah diketahui subjek yang bakalan dikenai. Bahkan dengan sengaja penetapan itu dikeluarkan karena adanya subjek yang hendak dikenakai tersebut.

Contoh: I. ”Tunjangan Walikota ... adalah Rp 8.000.000,00 (Delapan juta rupiah) per bulan”

II. Si Fulan, Walikota ... diberi tunjangan Rp 8.000.000,00 (Delapan juta rupiah).

Pada contoh I merupakan materi kalimat yang bersifat mengatur atau aturan (regeling). Disini sifatnya umum, tidak disebutkan, bahkan belum diketahui subjek walikota yang bakal menerima tunjangan itu, sehingga siapapun (nantinya) yang menduduki jabatan tersebut, maka akan menerima tunjangan itu.
Pada contoh II merupakan materi keputusan (beschikking). Di sini telah jelas individu siapa yang menerima tunjangan sebagai Walikota, yaitu Si Fulan. Kalimat II itu merupakan implementasi dari kalimat I.

Dalam praktek kadang dijumpai adanya suatu penetapan dari pejabat administrasi negara (beschikking) yang tenyata juga mempunyai sifat berlaku umum, sebab, hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dapat menjadi beban bagi orang lain.

Contoh : Dengan ditetapkannya suatu kawasan tertentu sebagai daerah kubu pertahanan atau tempat latihan militer, atau kawasan hijau (green space) maka akan membawa konsekuensi bahwa lokasi itu dan kawasan sekitarnya pada radius tertentu, harus dikosongkan. Artinya para pemukimnya harus segera dipindahkan.

Untuk melaksanakan proses pemindahan penduduk tersebut, harus diterbitkan lagi penetapan khusus oleh pejabat yang berwenang yang menunjuk kepada individu –individu yang akan dipindahkan.
#####
Dalam praktek pemerintahan, sering dijumpai pemaknaan regeling daad secara bercampur aduk serta tidak ada konsistensi. Kadang kata “Keputusan” digunakan untuk makna regeling, kadang pula untuk makna beschikking.
Dalam lingkup jajaran Departemen Dalam Negeri pernah ditertibkan pemakaian kata untuk makna tindak pemerintahan tersebut. Suatu tindakan pejabat administrasi yang materinya bersifat mengatur (regeling daad), memuat suatu aturan, disebut “Keputusan”. Misalnya: Keputusan Menteri Dalam Negeri, Keputusan Dirjen ... , Keputusan Gubernur, dsb. Sedangkan untuk tindakan pejabat administrasi yang memuat materi penetapan (beschikking daad) digunakan sebutan “Surat Keputusan (SK)”. SK pejabat ini memiliki sifat yang dalam UU Peratun disebutkan : konkret, individual, final, dan menimbulkan akibat hukum bagi yang dikenainya.
Upaya Departemen Dalam Negeri itu belum tersosialisasi secara luas, sehingga belum banyak membuahkan hasil. Para sarjana hukum maupun praktisi pemerintahan, untuk sebagian besar, tampaknya telanjur mapan dan terbelenggu dengan paradigma yang rancu itu.
Jimly Asshiddiqie dalam bukunya “Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia” mengusulkan pemakaian kata Peraturan untuk regeling, Ketetapan untuk beschikking, dan Keputusan untuk putusan peradilan, baik peradilan murni (kontensius), maupun peradilan semu (quasi).

Alasan Jimly, Peraturan dari dasar kata “atur” mengandung sifat publik (yang diatur) sehingga tepat dengan makna regels. Ketetapan dari kata dasar “tetap” berarti ingin menetapkan atau mengukuhkan sesuatu, atau merubah sesuatu secara tetap. Hal ini sangat tepat dengan makna beschikking sebagai tindakan administrasi. Sementara itu untuk Keputusan dengan kata dasar “putus”, berarti mengandung maksud memutus atau memecahkan masalah (problem solving), karena itu sangat tepat untuk tindakan peradilan (yudisial) atau lembaga administrasi yang memiliki fungsi mengadili (adversarial).

#####
BESCHIKKING

Pengertian

Istilah beschikking, di Belanda dipopulerkan oleh Van der Pot dan Van Vollenhoven, masuk ke Indonesia dibawa oleh W.F. Prins.

Utrecht dan Prof. Boedisoesetya menyalin istilah bescikking tersebut menjadi ketetapan. Kuntjoro Purbohamoto tidak setuju dengan pemakaian istilah ketetapan, alasannya, istilah ketetapan telah mempunyai penggunaan yang formal, yaitu dipakai untuk penamaan putusan MPR. Oleh karena itu Kuntjoro mengusulkan agar digunakan istilah “Keputusan”.

5. Menurut Van der Pot, beschikking adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan, pernyataan-pernyataan kehendak alat pemerintahan, dalam menyelenggarakan hal khusus, dengan maksud mengadakan perubahan dalam lapangan hubungan hukum.
6. A.M. Donner: beschikking adalah suatu perbuatan hukum yang dalam hal istimewa dilakukan oleh suatu alat pemerintahan, berdasarkan suatu ketentuan yang mengikat dan berlaku umum, dengan maksud menentukan hak & kewajiban bagi mereka yang tunduk pada suatu tertib hukum, dan penentuan tersebut diadakan oleh alat pemerintahan dengan tidak sekehendak mereka yang dikenai penentuan itu.
7. W.F. Prins : beschikking ialah suatu tindak hukum sepihak di bidang pemerintahan, dilakukan oleh alat penguasa berdasarkan kewenangan yang khusus.
8. Utrecht : beschikking adalah suatu perbuatan berdasarkan hukum publik, bersegi satu, dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa.

Dari definisi tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud beschikking ialah keputusan administrasi (pemerintah) yang unsur-unsurnya meliputi :
- Tindakan pemerintah dalam bidang hukum publik
- berdasarkan wewenang yang istimewa
- Dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum
- terjadinya perubahan dalam lapangan hukum.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, memberi penamaan untuk sejenis beschikking dengan sebutan Keputusan Tata Usaha Negara. ( KTUN). Pada Pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa :
“KTUN ialah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara, yang berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat kongkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, unsur-unsur KTUN sbb:
6. Penetapan tertulis dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
7. Berisi tindakan hukum dalam bidang Tata Usaha Negara
8. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
9. Bersifat kongkret, individuali, dan final.
10. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
Kata “tertulis” tersebut tidak dimaksudkan harus memiliki format tertentu, melainkan bisa segala bentuk “hitam di atas putih”, bentuk “nota” pun jadi, yang penting memuat tiga hal: pejabat yang mengeluarkan, mengenai sesuatu hal yang jelas, serta jelas subjek yang dikenai.

Syarat Sahnya suatu Ketetapan/Keputusan (Beschikking)
Agar suatu penetapan administrasi (beschikking) sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat, maka harus dipenuhi syarat-syarat, yang dalam literatur (teori-teori) dikenal sebagai berikut sebagai berikut :

5. Suatu Keputusan harus dibuat oleh Badan atau Pejabat yang berwenang. Kewenangan bisa bersumber secara atributif, delegasi, maupun mandat.
Sebenarnya mandat bisa disebut bukan sebagai sumber kewenangan, dalam arti, pada mandat itu tidak melahirkan kewenangan baru bagi pemegang mandat (mandataris), sebab yang besangkutan bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (wewenang)
6. Harus dibuat dalam bentuk (format) dan prosedur yang ditentukan dalam peraturan dasarnya. Syarat ini terutama dikecualikan terhadap keputusan lisan, yaitu suatu tindakan administrasi yang dipandang tidak begitu penting tetapi sangat mendesak sehingga cukup keputusan itu dibuat dalam bentuk lisan (mondeling).
Contoh : Perintah Polisi Lalu Lintas untuk berhenti kepada seorang pengendara.
7. Dasar kehendak pembuatan suatu keputusan harus tidak mengandung cacat yuiridis.
Misalnya: Karena dasar penipuan; karena paksaan atau ancaman fisik; karena suap atau sogokan; karena kesesatan atau kekeliruan.

Keputusan yang lahir mengandung cacat yuridis tersebut bisa berakibat: keputusan ditarik, dicabut, ataupun dibatalkan.
Dasar pemikiran ini berasal dari azas perdata, bahwa kehendak kedua belah pihak merupakan syarat mutlak bagi suatu persetujuan.
8. Isi dan tujuan suatu keputusan harus sesuai dengan isi dan tujuan dalam peraturan dasarnya. Misalnya, keputusan yang diambil secara “de’ tournement de povoir”.

Undang-unadang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diperbarui dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang PTUN, tidak menentukan kriteria sahnya suatu keputusan, melainkan menentukan kriteria keputusan yang dapat digugat karena dinilai tidak sah.

Pada Pasal 53 ditentukan, bahw apabila seseorang atau badan hukum perdata merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara, dapat mengajukan gugatan ke pengadilan agar keputusan dimaksud dinyatakan batal atau tidak sah, dengan alasan :
d. Keputusan yang digugat tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Keputusan yang digugat tersebut bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Yang dimaksud dengan “asas-asas umum pemerintahan yang baik” adalah meliputi asas: kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya setiap keputusan tata usaha negara harus dianggap sah (asas rechtmatige) sampai Pengadilan memutuskan sebaliknya.
Konsekwensi dari asas rechmatige bahwa gugatan ke peradilan tata usaha negara tidak menangguhkan pelaksanaan dari KTUN yang digugat tersebut.
#####

MACAM-MACAM KETETAPAN/KEPUTUSAN (BESCHIKKING)

Dalam beberapa literatur hukum administrasi, jenis, macam, dan bentuk-bentk beschikking ini lebih banyak mengacu pada bukunya E.Utrecht “Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia”, dengan penggolongan sebagai berikut :
e. Ketetapan positif dan ketetapan negatif
1. Ketetapan Positif, ialah ketetapan yang menimbulkan hak dan/atau kewajiban bagi yang dikenai keputusan.
• Ketetapan yang menciptakan keadaan hukum baru
• Ketetapan yang membentuk atau membubarkan suatu badan hukum
• Ketetapan yang memberikan beban/kewajiban
• Yang memberikan keuntungan.

2. Ketetapan negatif, ialah ketetapan yang pada prinsipnya tidak menimbulkan/melahirkan keadaan hukum baru.
• Ketetapan yang berisi penolakan dari suatu permohonan
• Ketetapan yang berisi pernyataan tidak berwenang
• Ketetapan yang berisi pernyataan tidak diterima, dsb.

f. Ketetapan deklarator dan konstitutif
• Ketetapan deklarataor ialah yang hanya menyatakan tentang hukumnya sesuatu. Jadi dalam ketetapan jenis ini tidak ada yang perlu dan bisa dilaksanakan (executive).
• Ketetapan konstitutif yaitu ketetapan yang menimbulkan hak baru, dimana hak baru tersebut sebelumnya tidak dijumpai oleh orang yang namanya disebut dalam ketetapan itu.
Contoh: Ketetapan mengenai pembentukan suatu kepanitiaan.

g. Ketetapana kilat dan ketetapan yang tetap
• Ketetapan kilat ialah ketetapan yang tugas, fungsi, dan masa berlakunya hanya sesaat, yaitu pada masa saat dikeluarkannya ketetapan tersebut.
Dikatakan oleh Prins: “Dalam perpustakaan sering ada disebut-sebut ketetapan yang pada saat dikeluarkannya, selesai pula sekali keperluannya.” Ketetapan yang demikian ini dikatakan bersifat “eInmalige”.
Contoh: 1. Ketetapan yang menarik kembali suatu keketapan yang sudah ada.
2. Ketetapan yang maksudnya merubah teks dan redaksi dari suatu keketapan yang telah dikeluarkan.
3. IMB , Karcis Bioskop.
• Ketetapan yang tetap : Ketetapan yang masa berlakunya untuk jangka waktu yang lama atau terus-menerus hingga ditarik kembali atau habis masa berlakunya.
Contoh : SIM, Ketetapan menegenai orang /benda.
4. Beberapa bentuk keputusan (beschikking) yang menguntungkan : Izin, Dispensasi, Lisensi, dan Konsesi, yang sering disebut perizinan.

PERIZINAN

Secara umum, izin ialah persetujuan dari pejabat administrasi (penguasa) yang diberikan kepada orang / badan hukum atas sesuatu perbuatan, tindakan, atau keadaan hukum tertentu, berdasarkan syarat-syarat tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Instrumen perizinan banyak dipergunakan pemerintah dalam menjalankan pemerintahan, paling tidak memiliki tiga peran atau fungsi: fungsi pengendali (sturen), fungsi anggaran (budgetter), dan fungsi perlindungan hukum (protection).
Pemerintah menggunakan perizinan sebagai sarana hukum (instrumen yuridis) untuk mengendalikan/ mempengaruhi tingkah laku para warga agar tindakan dan kegiatannya senantiasa mengikuti dan bersesuaian dengan tata cara dan tata pola yang dianjurkan penguasa. Dengan instrumen itu ada tujuan tertentu yang akan dicapai. Dalam setiap izin yang dikeluarkan pejabat, selalu didasarkan pada persyartan yang ketat. Pada syarat-syarat itulah tujuan izin disandarkan.

Bahwa tidak dapat disangkali, suatu izin yang dikeluarkan oleh pejabat administrasi selalu diikuti dengan pembayaran sejumlah uang tertentu.

Suatu kegiatan dan/atau keadaan yang telah mendapat persetujuan (izin) dari pejabat administrasi negara, berarti kegiatan dan/atau keadaan itu telah sah, yang dengan demikian berhak mendapat perlindungan hukum dari pemerintah dari kemungkinan segala gangguan, dari manapun dan oleh siapapun.

1. Izin (vergunning) yang menjadi inti persoalan dalam izin ini, bukan sesuatu perbuatan itu berbahaya bagi umum, malainkan bemacam-macam usaha yang pada hakekatnya tidak berbahaya, tetapi behubung dengan satu dan lain sebab, dianggap baik untuk diawasi oleh Administrasi Negara. Jadi yang diatur dalam izin ini, bahwa secara umum perbuatan itu tidak dilarang, asal saja dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan persyaratan yang berlaku.
Contoh : Melalui IMB seseorang yang mendirikan suatu bangunan perlu diawasi oleh pemerintah agar bangunan tersebut memenuhi syarat keindahan lingkungan, keindahan kota, kebersihan, kesehatan, dan keselamatan.

2. Dispensasi : adalah suatu tindakan pejabat Administrasi yang menetapkan bahwa suatu peraturan hukum tidak berlaku terhadap satu persoalan tertentu berdasarkan pertimbangan yang khusus untuk peristiwa itu.
Menurut Krananburg-Vegting, dispensasi itu merupakan suatu kondisi terhadap peraturan yang bersifat umum. Sebab, ada kalanya suatu perbuatan atau keadaan mempunyai sifat yang istimewa sehingga dapat menimbulkan akibat yang tidak menguntungkan jika dilaksanakan sesuai aturan tersebut. Jadi dispensai itu justru merupakan sarana untuk menghilangkan akibat-akibat yang tidak diharapkan itu.
Dalam hal dispensasi, peristiwa yang diberi dispensasi itu harus terbatas/ tertentu, maka bagi izin sebaliknya bahwa hal-hal yang tidak diizinkan harus terbatas.
Menurut Prayudi, Dispensasi beranjak dari ketentuan yang pada dasarnya melarang suatu perbuatan tetapi untuk dapat melakukannnya disyaratkan prosedur tertentu harus dilalui.
h. Lisensi : ialah izin yang diberikan terhadap sutau kegiatan yang bersifat komersial dan medatangkan laba. Dengan lisensi ini suatu legiatan usaha menjadi leluasa tanpa ada gangguan dari manapun termasuk dari pemerintah.
i. Kosensi : ialah izin yang diberi kepada pihak swasta untuk melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah.

Freies Ermessen dan Peraturan Kebijakan (Beleidsregels)
Dari kata Freies yang berarti orang yang bebas, lepas, atau merdeka, dan ermessen yang berarti mempertimbangkan, menilai, menduga, dan meperkirakan. Freies Ermessen berati kebebasan atau kemerdekaan yang diberikan kepada pejabat Administrasi Negara untuk mempertimbangkan dan mengambil keputusan secara cepat dan tepat terhadap sesuatu persoalan yang kongkret.
Salah satu produk dari freies ermessen ialah apa yang sering disebut dengan Peraturan Kebijakan (Beleidsregels). Di sini badan atau pejabat administrasi negara merumuskan kebijaksanaannya dalam pelbagai bentuk “juridische regels” seperti: peraturan pedoman, pengumuman, surat edaran, dsb.
PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI
Hal ini merupakan bagian dari penyelenggaraan pemerintahan (besturen), dengan ciri utama adanya suatu paksaan (dwang), yang lebih dikenal dengan “Sanksi”
Menurut P. de Haan : Penegakan hukum administrasi sering diartikan sebagai penerapan sanksi administrasi. Terdapat empat hal utama yang berkaitan dengan penegakan hukum administrasi :
1. Legitimasi kewenangan
Hal ini menyangkut wewenang dalam melakukan pengawasan dan penerapan sanksi. Bahwa penegakan hukum (administrasi) harus dilakukan oleh pejabat (instansi) yang memang oleh perundang-undangan diberi wewenang untuk itu. Penting diperhatikan, bahwa wewenang itu tidak boleh didelegasikan atau dimandatkan kepada pihak partikelir (swasta).

2. Instrumen Yuridis
Dalam hal ini menyangkut jenis dan bentuk sanksi administrasi yang dapat diterapkan oleh pejabat administrasi.
Dalam kepustakaan administrasi dikenal jenis-jenis sanksi administrasi sebagai berikiut:
- Paksanaan pemerintahan/nyata (Bestuursdwang)
- Uang paksa (dwangsom)
- Denda administrasi
- Penutupan kegiatan usaha
- Pencabutan izin
- Bentuk-bentuk khusus

Paksaan pemerintahan : ialah suatu tindakan nyata dari aparat pemerintah yang dimaksudkan untuk memindahkan, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula dari apa yang sedang/telah dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban yang ditentukan dalam perundang-undangan. Dalam praktek, paksaan pemerintahan ini merupakan yang dominan.
Uang paksa dikenakan sebagai alternatif dari paksaan pemerintahan
Denda administrasi bersifat Condemnatoir, yang peting di sini ialah soal kewenangan pemberi sanksi dan adanya ketentuan denda maksimal.
Mengenai pencabutan izin, wewenang ini senantiasa melekat pada pejabat/instansi pemberi izin itu sendiri.
3. Norma Hukum Administrasi
Wewenang penerapan sanksi administrasi pada dasarnya memiliki sifat “discretionary power”. Pemerintah diberi wewenang untuk mempertimbangkan atau menilai apakah wewenang tersebut perlu digunakan.
Dapat saja pemerintah tidak menggunakan wewenang tersebut dengan alasan: tidak ekonomis, efeknya lebih negatif, tidak memadai untuk dipaksa, dsb.
Tetapi wewenang ini tidak didasarkan atas sesukanya, melainkan pada suatu norma pemerintahan, baik tertulis maupun tidak tertulis, misalnya ABB.

4. Kumulasi sanksi, baik secara internal maupun eksternal


#####



#####



C. KESIMPULAN

…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..



DAFTAR PUSTKA

- Amran Muslimin, 1985. Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum Administrasi. Alumni, Bandung
- Philipus M. Hadjon dkk. 2002. Pengantar ukum Administrasi Negara. Gajah Mada Universiti Press
- Ridwan, HR, 2002. Hukum Adminstrasi Negara. UII Perss. Yogyakarta
- Ridwan, HR, 2006. Hukum Administrasi Negara. PT. Grafindo Persada
- Sjachran Basah, 1985. Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peraadilan Administrasi Di Indonesia. Alumni Bandung
- ST. Marbun, Muh. Mahfud MD, 2000. Pokokpokok Hukum Administrasi Negara. Liberty. Yogyakarta.
- Safri Nugraha Dkk.2007. Hukum administrasi Negara. Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.